Beranda | Artikel
Mengenal Hukum Riba (2/3)
Selasa, 1 April 2014

Keempat: Penegasan bahwa Allah akan menghapuskan dan memusnahkan riba.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Ia akan memusnahkan riba, maksudnya bisa saja memusnahkannya secara keseluruhan dari tangan pemiliknya atau menghalangi pemiliknya dari keberkahan hartanya tersebut. Dengan demikian pemilik riba tidak mendapatkan kemanfaatan harta ribanya, bahkan Allah akan membinasakannya dengan harta tersebut dalam kehidupan dunia, dan kelak di hari akhirat Allah akan menyiksanya akibat harta tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/328).

Penafsiran Ibnu Katsir ini semakna dengan hadits berikut:

(إن الربا وإن كثر، عاقبته تصير إلى قل) رواه أحمد الطبراني والحاكم وحسنه الحافظ ابن حجر والألباني

Sesungguhnya (harta) riba, walaupun banyak jumlahnya, pada akhirnya akan menjadi sedikit.” (Riwayat Imam Ahmad, at-Thabrany, al- Hakim dan dihasankan oleh Ibnu Hajar dan al-Albany).

Bila kita mengamati kehidupan orang-orang yang menjalankan praktik-praktik riba, niscaya kita dapatkan banyak bukti bagi kebenaran ayat dan hadits di atas. Betapa banyak pemakan riba yang hartanya berlimpah ruah, hingga tak terhitung jumlahnya, akan tetapi tidak satupun dari mereka yang merasakan keberkahan dan kebahagiaan dari harta haram tersebut.

Agar kita sedikit mengetahui betapa besar peranan keberkahan harta dalam kehidupan seseorang, maka saya mengajak para pembaca untuk merenungkan beberapa hadits berikut:

Hadits Pertama:

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan tentang berbagai kejadian yang mendahului kebangkitan hari Kiamat, beliau bersabda,

(يقال للأرض: أنبتي ثمرتك وردي بركتك، فيومئذ تأكل العصابة من الرمانة، ويستظلون بقحفها، ويبارك في الرِّسْلِ، حتى أن اللقحة من الإبل لتكفي الفئام من الناس، واللقحة من البقر لتكفي القبيلة من الناس، واللقحة من الغنم لتكفي الفخذ من الناس) رواه مسلم

“Akan diperintahkan (oleh Allah) kepada bumi: tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh di bawah kulitnya. Dan air susu diberkahi, sampai-sampai sekali peras seekor onta dapat mencukupi banyak orang, dan sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah, dan sekali peras susu seekor domba dapat mencukupi satu cabang kabilah.” (Riwayat Imam Muslim).

Demikianlah ketika keberkahan telah Allah turunkan, sehingga rezeki yang sedikit jumlahnya akan tetapi manfaatannya amat banyak, sampai-sampai satu buah delima dapat mengenyangkan segerombolan orang, dan susu hasil perasan seekor sapi dapat mencukupi kebutuhan orang satu kabilah.

Hadits Kedua:

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن رسول الله صلّى الله عليه و سلّم: قال(لولا بنو إسرائيل لم يخبث الطعام ولم يخنز اللحم). متفق عليه

Dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia menuturkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda, “Seandainya kalau bukan karena ulah Bani Isra’il, niscaya makanan tidak akan pernah basi dan daging tidak akan pernah membusuk.” (HR. Muttafaqun ‘alaih).

Para ulama menjelaskan, bahwa tatkala Bani Isra’il diberi rezeki oleh Allah Ta’ala berupa burung-burung salwa (semacam burung puyuh) yang datang dan dapat mereka tangkap dengan mudah setiap pagi hari, mereka dilarang untuk menyimpan daging-daging burung tersebut. Setiap pagi hari, mereka hanya dibenarkan untuk mengambil daging yang akan mereka makan pada hari tersebut. Akan tetapi mereka melanggar perintah ini, dan mengambil daging dalam jumlah yang melebihi kebutuhan mereka pada hari tersebut, dan kemudian mereka simpan. Akibat perbuatan mereka ini, Allah menghukumi mereka, sehingga daging-daging yang mereka simpan tersebut menjadi busuk (Ma’alim at-Tanzil, oleh al-Baghawy 1/97, Syarah Shahih Muslim oleh Imam an-Nawawi 10/59, dan Fathul Bari oleh Ibnu Hajar 6/411).

Hadits Ketiga:

عن حكيم بن حزام رضي الله عنه قال: سألت رسول الله صلّى الله عليه و سلّم فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم سألته فأعطاني، ثم قال: يا حكيم، إن هذا المال خضرة حلوة، فمن أخذه بسخاوة نفس، بورك له فيه، ومن أخذه بإشراف نفس لم يبارك له فيه، وكالذي يأكل ولا يشبع. اليد العليا خير من اليد السفلى، قال حكيم: فقلت يا رسول الله، والذي بعثك بالحق لا أرزأ أحدا بعدك شيئا حتى أفارق الدنيا) متفق عليه

Dari sahabat Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan, “Pada suatu saat aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliaupun memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliau kembali memberiku, kemudian aku kembali meminta kepadanya, dan beliaupun kembali memberiku, kemudian beliau bersabda, ‘Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini bak buah yang segar lagi manis, dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (tama’ atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut. Dan barang siapa yang mengambilnya dengan keserakahan, niscaya harta tersebut tidak akan diberkahi untuknya, dan ia bagaikan orang yang makan dan tidak pernah merasa kenyang. Tangan yang berada di atas lebih mulia dibanding tangan yang berada di bawah.’ Hakim melanjutkan kisahnya dengan berkata, ‘Kemudian aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak akan pernah lagi meminta harta seorangpun sepeninggalmu hingga aku meninggal dunia.’” (HR. Muttafaqun ‘alaih).

Ibnu Batthal berkata, “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dan barang siapa yang mengambilnya dengan tanpa ambisi (tama’ atau atas kerelaan pemiliknya), maka akan diberkahi untuknya harta tersebut) menunjukkan bahwa sifat qana’ah, senantiasa merasa kecukupan, dan upaya mencari rezeki dari jalan yang baik senantiasa diiringi oleh keberkahan. Dan bahwa barangsiapa yang mencari harta dengan penuh ambisi dan keserakahan, niscaya harta penghasilannya tidak akan diberkahi, dan ia akan terhalangi dari keberkahan seluruh hartanya.” (Syarah Ibnu Batthal, 6/47).

Imam an-Nawawi berkata, ”Pada hadits ini dan juga hadits sebelumnya, terdapat anjuran untuk senantiasa menjaga kehormatan diri, merasa kecukupan, dan ridha dengan apa yang berhasil ia peroleh dengan cara-cara yang terhormat, walau hanya sedikit, serta anjuran untuk mencari rezeki dari jalan-jalan yang baik (halal). Sebagaimana seseorang hendaknya tidak terbuai oleh banyaknya harta yang berhasil ia peroleh melalui keserakahan dan ambisi atau yang serupa, karena ia tidak akan pernah mendapatkan keberkahan padanya. Hal ini sangat menyerupai firman Allah Ta’ala,

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

“Allah memusnahkan riba dan melipat-gandakan sedekah.” (Syarah Shahih Imam Muslim oleh Imam an-Nawawi, 3/486).

-bersambung insya Allah-

Penulis: Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, MA. –hafizhahullah-
Artikel: www.PengusahaMuslim.com


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/1822-mengenal-hukum-riba-23.html